Perang Antar Suku di Tanah Papua
TIMIKA - Perang antar Suku Mony dan Dany di Kampung Timika Gunung, Jayanti, Distrik Kuala Kencana, Timika, Papua kembali terjadi. Ratusan warga yang terlibat bentrokan saling serang dengan menggunakan anak panah.
Aparatpun terlihat kewalahan meredam nafsu dan amarah warga yang hingga kini sulit untuk didamaikan. Pertikaian antarkedua kampung ini sudah bermula sejak awal bulan Januari lalu yang dipicu sengketa lahan garapan antara Suku Dani dan Mony.
Berbagai upayapun sudah dilakukan oleh aparat setempat bahkan pejabat pemda tingkat provinsipun sudah diterjunkan ke lokasi antar kedua kampung itu. Namun hingga kini mereka masih saja memilih perang dengan dalih hukum adat dan harga diri kelompoknya. Padahal sejak pertikaian ini terjadi hingga saat ini tercatat dua puluh orang sudah tewas dari kedua kelompok yang terlibat pertikaian. Sementara ratusan orang mengalami luka luka bahkan puluhan rumah dan lahan perkebunan mereka dibakar dan dirusak saat pertikaian berlangsung.
Aparat kepolisian dan TNI berkali kali diterjunkan ke lokasi namun itupun tak membuat warga mengurungkan hasrat untuk saling serang diantara kedua kelompok tersebut. Pagi tadi kedua kubu terlibat aksi saling serang dengan melepaskan anak panah padahal sudah selama sepekan ini kondisi di antar kedua kampung sudah mereda. Untuk menghentikan pertikaian itu polisi mendatangkan salah satu pengurus lembaga adat Papua Tinus Kogoya.
Sang pengurus adat inipun mengimbau kedua kedua kelompok agar mau menghentikan pertikaian dan membicarakan proses damai agar kondisi pertikaian itu segera berakhir.Aparat kepolisian yang tak mau kecolongan dengan aksi warga ini juga memasangkan pagar kawat berduri yang biasa dipasangkan untuk pengaman di kawasan kawasan tertentu. Pihak kepolisian berharap dengan dipasangnya pagar kawat ini akses warga untuk saling serang bisa dibatasi sehingga memperkecil kedua kelompok untuk melakukan aksi pembakaran dan perusakan rumah dan lahan di wilayah itu.
Solusi untuk mengatasi perang antar suku diPapua :
Menurut saya dalam menyeleasaikan perang antar suku ini seharus tidak menggunakkan sistem adat lagi melainkan dengan memberi sumbangan teori identitas sosial dalam menangani konflik sosial akan sangat berguna, utamanya proposalnya tentang dekategorisasi dan rekategorisasi. Melalui dekategorisasi, keterikatan individu dengan kelompoknya dieliminir sedemikian rupa sehingga hubungan antar individu semakin dipersonalkan. Sehingga ketika berinteraksi, setiap inidividu tidak mewakili kelompoknya, tetapi sebagai seorang individu-individu yang unik. Pun demikian dalam hal cara pandang individu terhadap yang lain. Karena individu bukan wakil suatu kelompok, maka ketika terjadi konflik antar individu, kelompok tidak turut terlibat dalam konflik. Dekategorisasi akan mempersempit wilayah konflik sehingga terbatas pada konflik antar individu. Bersamaan dengan proses dekategorisasi dan pembangunan institusi hukum adat, proses rekategorisasi perlu dibangun. Dengan rekategorisasi berbagai kelompok suku yang ada disatukan dalam suatu kelompok yang lebih besar dengan identitas bersama yang baru. Tujuan utama yang hendak dicapai dalam proses rekategorisasi. Pertama, rekategorisasi dimaksudkan untuk mencari alternative bagi nilai-nilai yang hilang akibat proses dekategorisasi, yaitu terkikisnya ikatan-ikatan komunalitas lama dengan menciptakan ikatan-ikatan komunalitas yang baru. Perlunya kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedidik demi sedikit menyelesaikan konflik. Masyarakat bisa melakukannya dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama manusia.
Sumber :
1. http://daerah.sindonews.com/read/866250/26/perang-antar-suku-di-timika-gunung-kembali-terjadi-1400751486
2. https://hdwaker.wordpress.com/sosial/perang-suku-dan-perdamaian-yang-keliru/
3. http://www.kompasiana.com/vkrenak/stop-sudah-perang-suku-di-papua_552fa81a6ea834fb0d8b45cb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar