Selasa, 06 Januari 2015

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN  PRODUKSI

A.  Jadwal Induk Produksi (JIP)
B.   Model Economy Order Quantity (EOQ)
C.   Keseimbangan Lini

Kelompok 2:
1.                 Ardhi Bayu Mulyana                       31414485
2.                 Bambang Fresby                              32414021
3.                 Florania Nikitasari                           34414359
4.                 Ichsan Harip Pratomo                      35414067
5.                 Khairunnisa                                      35414844
6.                 Maria Karlinda                                 36414382 
7.                 Meliaki Lorenso Nainggolan           36414571
8.                 Muhammad Aris Pambudi               37414106

9.                 Winda Retno Anggraeny                  3C414266

PERENCAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI
      Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikan dalam lima ketegori sebagai berikut (Gaspersz,2005)
1.   Design-to-Order (Engineer-to-Order)
      Strategi Design-to-Order atau kadang-kadang disebut sebagai Engineer-to-Order, perusahaan tidak membuat produk itu sebelumnya. Dengan demikian bagi perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventory, karena produk baru akan di desain dan diproduksi setelah ada permintaan pelanggan. (Gaspersz,2005) Contoh: Perakitan komputer. Disini konsumen dapat memesan sebuah komponen dengan spesifikasi yang mendetail untuk setiap komponen. Jadi hamper semua komponen dapat diatur oleh konsumen itu sendiri.


2.   Make-to-Order
Perusahaan industri yang memilih strategi Make-to-Order hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem inventori, dari produk-produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas proses pembuatan produk bersifat khusus yangdisesuaikan dengan setiap pesanan dari pelanggan.
Strategi Make-to-Order, perusahaan mempunyai resiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi iventory. Sebagaimana halnya dengan strategi Design-to-Order, fokus opersionalnya adalah pada pesanan spesifik dari pelanggan dan bukan pada parts. Penggantian parts mesin, produk-produk kerajinan tangan berdasarkan pesanan khusus riset pasar bagi perusahaan tertentu, dan pelatihan dalam perusahaan (inhouse training) berdasarkan kebutuhan spesifik dari pelanggan, dapat dikategorikan dalam strategi Make-to-Order. (Gaspersz,2005) Contoh: Pengecoran Logam. Pada produk-produk tertentu yang memiliki ukuran standar seperti pulley, pabrik juga sudah memiliki cetakan yang standar pula. Disini proses pembuatan pulle
y akan dilakukan jika pihak konsumen sudah melakukan pemesanan.

3.   Assemble-to-Order
Perusahaan industri yang memilih strategi Assemble-to-Order akan memilki inventory yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul (modules). Strategi Assemble-to-Order digunakan oleh perusahaan-perusahaan industri yang memiliki produk modular. Dalam strategi Assemble-to-Order, perusahaan industri memiliki resiko yang moderat berkaitan dengan investasi inventory. ( Gaspersz,2005) . Contoh: Perakitan perlengkapan sound system. Disini konsumen hanya memesan untuk spesifikasi umumnya saja dan perusahaan akan membuat perakitan dengan komponen yang sudah standard untuk memenuhi criteria yang diinginkan konsumen.
     
4.   Make-To-Demand (MTD)
            Strategi Make-To-Demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang dikembangkan dalam perusahaan industri, dimana respons terhadap permintaan pelanggan secara total adala fleksibel. Dama strategi Make-To-Demand, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan. Strategi ini rensponsif secara lengkap (complete responsive) terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati strategi Make-To-Stock. ( Gaspersz,2005) Contoh: Pembuatan Suvenir Pernikahan. Pembuatan souvenir dilakukan ketika ada konsumen yang memesan. Pembuat hanya memberikan beberapa sampel sebagai pilihan untuk konsumen. Setelah konsumen mendapatkan pilihannya, pembuatan produk baru dilaksanakan dengan penambahan nama pengantin.
Strategi sistem perencanaan dan pengendalian manufacturing mendifinisikan  bagaimana suatu  manajemen industri akan merencanakan dan mengendalikan  sistem manufacturing ketika melaksanakan operasi jangka pendek  ataupun  menengah dalam  proses pembuatan  produk-produk industri itu.
         Pengendalian manufacturing melibatkan seluruh aktivitas mulai dari pemasukan bahan  mentah sampai menjadi produk jadi. Termasuk diantaranya accounting, order entry dan pelayanan pelanggan, logistik, budgeting dan perencanaan strategi dalam manufacturing.
Pada dasarnya perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan keluaran pabrikasi (output manufacturing) secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang direncakan dan persediaan (Inventory) yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan tingkat pembuatan produk (Manufacturing), biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode satu tahun atau lebih, untuk setiap kelompok produk.

A.                JADWAL INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

           Master schedule merupakan salah satu bagian dari master production schedule. master schedule disini adalah merupakan keputusan tentang kuantitas yang akan diproduksi dan saat yang akan diproduksi dan saat itu memasuki stock. Mater schedule ditentukan dengan memperhatikan ketersediaan material dan kapasitas yang ada. Sumber
Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut :
Persiapan perencanaan produksi, mengdisgregat perencanaan produksi untuk membuat JIP, memberikan informasi mengenai pesanan konsumen sehingga dapat memberikan kepastian kepada konsumen, membuat jadwal kebutuhan material.
Dasar pembuatan master schedule adalah untuk mengetahui dan mengimplementasikan rencana keseluruhan hasil dari rencana hasil dari rencana agregat dan proses disagregasi merupakan input bagi master schedule.
Sistem produksi merupakan sistem  integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Komponen atau elemen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari : bahan (meterial), mesin dan peralatan, tenaga kerja modal, energi, informasi, tanah  dan  lain-lain. Sedangkan  komponen atau elemen fungsional terdiri dari supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi dan kepemimpinan, yang  kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi.
Suatu sistem  produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan  seperti  perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, serta kebijakan  pemerintah aan sangat mempengaruhi  keberadaan sistem  produksi  itu. Secara skematis, sistem produksi dapat digambarkan dalam Gambar 1.1. berikut :


Sumber : Vincent Gaspersz,”Production Planning and Inventory Control”(2004)
Gambar 1.1 Skema Sistem Produksi
Secara garis besar pembuatan suatu JIP biasanya dilakukan atas tahapan-tahapan sebagai berikut :
a.         Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan produk akhir setiap periodenya.
b.        Menentukan besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi permintaan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahap ini, identifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.
c.         Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini merupakan penjabaran (disagregasi) dari rencana agregat, sehingga akan didapat jadwal produksi setiap produk akhir yang dibuat dan periode akhir yang dibuat dan periode waktu pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan sumber daya yang diperlukan. Disagregrasi adalah merupakan langkah selanjutnya setelah perencanaan agregasi tujuannya adalah untuk memecah suatu agregasi pada perencanaan agregasi kedalam setiap item produk serta mengetahui item suatu produk tersebut akan diproduksi.
Jadwal Induk Produksi (JIP), didasarkan pada peramalan atas permintaan dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan (perencanaan jangka panjang) dipakai untuk membuat rencana produksi (perecanaan jangka sedang) yang pada akhirnya dipakai untuk membuat JIP (perencanaan jangka pendek) yang berisi perencanaan secara mendetail mengenai “jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta “periode waktunya” untuk suatu jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia.
1.    Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record).
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan :
-    Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
-    Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
-    Waktu ancang – ancang ( lead time ) dari setiap bahan.

2.Ongkos Produksi
              Ongkos produksi diidentifikasi sebagai suatu pengeluaran baik berupa uang, tenaga dan barang yang dapat dihargai dengan uang baik yang telah ataupun sedang dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Secara langsung maupun tidak langsung, kita akan menghadapi masalah ongkos pada waktu melakukan usaha produksi. Ongkos merupakan suatu alat ukur yang menyatakan banyak sumber yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan.
            Ongkos produksi adalah semua ongkos yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya proses produksi. Elemen-elemen dari ongkos produksi adalah :
1.    Ongkos bahan langsung, yaitu ongkos dari semua bahan yang menjadi bagian utama dari produk jadi.
2.    Ongkos buruh langsung, yaitu ongkos yang dikeluarkan untuk pekerja langsung yang ikut dalam proses pembuatan suatu produk.
3.    Ongkos tak langsung (over head), yaitu ongkos yang terjadi di perusahaan yang dikeluarkan sehubungan dengan pembuatan suatu produk selain ongkos buruh  langsung.

     Beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan data yaitu, metode tenaga kerja tetap, metode tenaga kerja berubah, metode mix strategy, dan metode transportasi.Berikut merupakan teori pendukung yang menjelaskan metode- metode tersebut (Penulisan Ilmiah Rio Dwi Hariono, 2012)

a. Metode tenaga kerja tetap adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja tidak mengalami perubahan (tetap). metode tenaga kerja tetap memiliki kecepatan produksi yang konstan.
Rumus dari metode tenaga kerja tetap  :
            RMH = TK x HK x JK

b. Metode tenaga kerja berubah adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja mengalami perubahan.
Rumus dari metode tenaga kerja berubah :
                ∑ TK = Wb x (Demand – Inventory)
                                  (∑ HK x JK)

c. Metode mix strategy adalah metode perencanaan produksi agregat yang menggabungkan metode tenaga kerja tetap dengan metode tenaga kerja berubah. Metode mix strategy hanya menggabungkan hasil atau biaya yang didapat pada metode tenaga kerja tetap dan metode tenaga kerja berubah.

d. Metode transportasi merupakan metode perencanaan produksi agregat yang berfungsi untuk menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya minimal. Masalah transportasi membahas pendistribusian suatu komoditas dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand) dengan tujuan untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari kegiatan tersebut, karena ide dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi biaya total transportasi.
Rumus dari metode transportasi :
                ∑ TK = WB x (∑Demand – Inventory)
                                  (HK x JK)

     Berdasarkan pengertian dari metode transportasi di atas, dimana memiliki ciri-ciri yang dikatakan metode transportasi. Berikut adalah ciri-ciri persoalan transportasi yang secara khusus (Universitas Sumatra Utara, 2012).
1. Terdapat sejumlah sumber sebagai pusat distribusi dan sejumlah tujuan tertentu.
2. Jumlah komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan besarnya tertentu.
3. Produk yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu.
4. Ongkos pengangkutan komoditas dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu.
Kapasitas sumber harus sama dengan kapasitas tujuan. Apabila kapasitas sumber dengan tujuan tidak sama maka harus disamakan dengan jalan menambah dummy pada kapasitas sumber atau tujuan (Purnomo, 2004).

B.      MODEL ECONOMY ORDER QUANTITY (EOQ)

        Economic order quantity (EOQ) adalah volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilakukan pada setiap kali pembelian (Sujadi Prawirosentono, 2001) Econoimic order quantity (kuantitas pesanan ekonomis) merupakan salah satu model klasik yang pertama kali diteliti dan juga diperkenalkan oleh Ford W. Harris pada tahun 1915. EOQ adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua tetapi paling banyak dikenal secara luas. Teknik pengendalian persediaan EOQ banyak dipergunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaannya.
Besarnya tingkat perputaran persediaan tergantung pada sifat barang, letak perusahaan dan jenis perusahaan. Tingkat perputaran persediaan yang rendah dapat disebabkan over investment dalam persediaan. Sebaliknya tingkat perputaran persedian yang tinggi menunjukan dana yang diinvestasikan pada persediaan efektif menghasilkan laba. Karena itu perhitungan tingkat inventory turnover menggunakan salah satu indikatornya yaitu Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover)
       Modal yang dikeluarkan oleh perusahaan akan mempengaruhi tingkat inventory turnover, dimana dalam inventory turnover harus memperhatikan mengenai berapa jumlah pemakaian bahan baku pada saat produksi dan berapa jumlah safety stock yang harus ada di dalam gudang. Sehingga dapat dikatakan tingkat inventory turnover itu sendiri dapat dipengaruhi oleh banyaknya persediaan bahan baku di gudang. Inventory turnover mengukur berapa lama rata-rata barang berada di gudang (Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002). Ada beberapa golongan inventory yang dapat dihitung turnovernya yaitu : Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover), Perputaran Barang Setengah Jadi (Goods in Process/Work in Process Turnover), dan Perputaran Barang Jadi (Finished Goods Turnover) (Bambang Riyanto, 2001)

       Adapun teori yang menghubungkan metode economic order quantity dengan inventory turnover yaitu : “Kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dengan menerapkan metode EOQ akan mengakibatkan perputaran persediaan meningkat dan terjadinya kenaikan dalam aktivitas perusahaan, sehingga dapat dikatakan manajemen persediaannya telah baik” (Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002). Untuk lebih jelas kerangka pemikiran akan digambarkan dalam skema kerangka pemikiran dibawah ini:



       Pengendalian persediaan dalam suatu perusahaan sangat diperlukan karena dapat menentukan kemajuan suatu perusahaan dan agar bahan yang ada dalam suatu perusahaan tidak terlalu banyak sehingga menimbulkan keusangan dan tidak terlalu sedikit sehingga perusahaan tidak kehilangan penjualan atau laba yang di dapat. Karena itu suatu perusahaan harus menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan operasi produksinya dapat lancar dan efisien. Pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan part (bahan baku dan barang jadi) sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran proses produksi penjualan dan kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan lebih efektif dan efisien (Sofjan Assauri, 2004). Ada beberapa cara dalam mengendalikan persediaan bahan baku, diantaranya yaitu dengan merencanakan persediaan bahan baku dengan cara-cara pemesanan (order point system dan order cycle system), jumlah pesanan ekonomis (economic order quantity), pemesanan kembali (reorder point) dan persediaan pengaman (safety stock) (Manullang, 2003).
Economic order quantity bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :





Sumber : Manullang (2005)
Symbol ‘A’ yang dimaksudkan dalam perhitungan ini adalah jumlah bahan mentah (unit) yang diperlukan dalam satu periode yang datanya diperoleh dari rekapitulasi anggaran pembelian bahan baku. Symbol ‘S’ yaitu biaya pemesanan (ordering cost) per order yang datanya diperoleh dari rekapitulasi biaya pemesanan bahan baku. Symbol ‘P’ yaitu harga beli per unit bahan mentah yang datanya diperoleh dari daftar harga bahan baku dan rekapitulasi anggaran pembelian bahan baku. Dan Symbol ‘C’ yaitu biaya penyimpanan (carrying cost) yang dinyatakan dalam persentase dari persediaan rata-rata yang datanya diperoleh dari laporan harga pokok produksi.
Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:




Sumber : Bambang Riyanto (2001)


       Cost of raw material used atau biaya bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi yang dimaksudkan dalam perhitungan ini adalah persediaan bahan mentah pada permulaan tahun ditambah dengan jumlah bahan mentah yang dibeli selama setahun dikurangi dengan persediaan bahan mentah pada akhir tahun yang datanya diperoleh dari laporan harga pokok produksi. Selanjutnya average raw material inventory atau rata-rata persediaan bahan baku yang dimaksudkan dalam perhitungan ini adalah persediaan bahan mentah pada permulaan tahun ditambah persediaan bahan mentah pada akhir tahun dibagi dua.
      Ukuran pemesanan dengan total biaya persediaan yang minimal dikenal dengan istilah Economic Order Quantity (EOQ). Model persediaan klasik diasumsikan pada kondisi ideal pada gambar 2.5, dimana Q adalah ukuran pemesanan. Dalam penerimaan pemesanan, tingkat persediaan ialah Q unit.
Hampir semua model persediaan bertujuan untuk meminimalkan biaya-biaya total.



                                            Gambar 1.2 Penggunaan Persediaan (Grafik EOQ)
              Dengan model EOQ, Kuantitas pesanan yang optimum akan terjadi pada sebuah titik dimana biaya setup total sama dengan biaya total penyimpanan. Langkah yang dilakukan adalah :
a.        Membuat persamaan untuk biaya setup atau biaya pemesanan
b.       Membuat sebuah persamaan untuk biaya penyimpanan
c.        Menentukan biaya setup yang sama dengan biaya penyimpanan
d.       Menyeleseikan persamaan untuk kuantitas pesanan yan optimum
     Manfaat model EOQ adalah bahwa EOQ merupakan model yang tangguh. Berarti ia memberikan jawaban yang memuaskan meskipun terdapat beragam variasi dalam parameternya. Biaya total EOQ berubah sedikit secara minimal. Kurvanya sangat dangkal. Hal ini berarti bahwa variasi pada setup, biaya penyimpanan, permintaan, atau bahkan EOQ relatif sedikit dalam biaya total.
Contoh  soal model persediaan EOQ adalah :
>> PT. EDLINO pada awal tahun 2001 menyusun anggaran biaya bahan baku :
1. Kebutuhan bahan baku setahun = 12.000 Kg
2. Harga/unit bahan baku = Rp. 100
3. Biaya Pemesanan :
a. Biaya Variabel = Rp. 3.750
b. Biaya Tetap/tahun = Rp. 18.000
4. Biaya Penyimpanan :
---a. Biaya Variabel = 10 %
---b. Biaya Tetap/tahun = Rp. 6.000
Dari data di atas, maka EOQnya adalah :

EOQ = 2 x 12.000 x Rp.3.750 / 100 x 10 % = 3.000 Kg

C.    Keseimbangan Lini
         Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong setiap perusahaan saling bersaing untuk meningkatkan produktivitas dalam memproduksi suatu produk. Perusahaan yang ingin meningkatkan produktivitas memerlukan suatu perencanaan dan pengendalian produksi yang baik, terutama dalam suatu perusahaan yang melibatkan sejumlah besar komponen yang dirakit. Suatu perusahaan yang tidak memiliki perencanaan dan pengendalian produksi yang baik akan mengakibatkan banyak hal. Salah satu akibat yang ditimbulkan bila tidak memiliki perencanaan dan pengendalian produksi yang baik adalah ketidakseimbangan pada waktu operasi setiap stasiun kerja. Ketidakseimbangan waktu operasi di setiap stasiun kerja akan mengakibatkan ketidakseimbangan lini produksi, lintasan perakitan menjadi tidak efisien, terjadi penumpukan material atau produk setengah jadi antara stasiun kerja yang tidak seimbang kecepatan produksinya, serta terdapat waktu menganggur di setiap stasiun kerja.
Oleh karena itu, proses penyeimbangan lini perlu dilakukan untuk menciptakan keseimbangan dari jalur produksi sehingga proses produksi akan berjalan lancar. Pada umumnya merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintasan perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, di mana tidak terjadi penghamburan fasilitas. Penerapan konsep penyeimbangan lini pada suatu sistem produksi perusahaan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi dari perusahaan tersebut. Efisiensi tersebut dapat tercapai dengan menemukan kombinasi pengelompokkan tugas produksi ke dalam beberapa stasiun kerja dengan memperhatikan keseimbangan waktu pada setiap stasiun kerja. Kombinasi stasiun kerja yang baik adalah kombinasi dengan waktu menganggur yang paling minimal.

-Lini Produksi
     Lini produksi adalah penempatan area-area kerja di mana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi lini fabrikasi dan lini perakitan. Lini fabrikasi merupakan lini produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja. Lini perakitan merupakan lini produksi yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly (Baroto, 2002).Kriteria umum keseimbangan lini produksi adalah memaksimalkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lini yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimum mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Lini perakitan (assembly line) adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak secara continue dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja di mana pekerjaan perakitan dilakukan (Baroto, 2002)
-Keseimbangan Lini atau Line Balancing
     Tujuan perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Syarat dalam pengelompokkan stasiun kerja dalam line balancing yaitu hubungan dengan proses terdahulu, jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja, dan waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari setiap waktu di stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan (Baroto, 2002).
  
Sumber            :-Bambang Riyanto, 2001:71
Manullang (2005:58)
Vincent Gaspersz,Production Planning and Inventory Control(2004)
Gaspersz,2005: 8
(Rosnani Ginting, 2007 : 125)
(Teguh Baroto, 2002 : 56).











Tidak ada komentar:

Posting Komentar