PERENCANAAN
DAN PENGENDALIAN PRODUKSI
A.
Jadwal
Induk Produksi (JIP)
B.
Model
Economy Order Quantity (EOQ)
C.
Keseimbangan
Lini
Kelompok 2:
1. Ardhi
Bayu Mulyana
31414485
2. Bambang
Fresby
32414021
3. Florania
Nikitasari
34414359
4. Ichsan
Harip Pratomo
35414067
5. Khairunnisa
35414844
6. Maria
Karlinda
36414382
7.
Meliaki Lorenso
Nainggolan
36414571
8.
Muhammad Aris Pambudi
37414106
9. Winda
Retno Anggraeny
3C414266
PERENCAAN
DAN PENGENDALIAN PRODUKSI
Strategi
respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan
industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan
konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat
diklasifikan dalam lima ketegori sebagai berikut (Gaspersz,2005)
1. Design-to-Order
(Engineer-to-Order)
Strategi Design-to-Order atau kadang-kadang
disebut sebagai Engineer-to-Order, perusahaan tidak membuat produk itu sebelumnya. Dengan demikian bagi
perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventory, karena produk baru
akan di desain dan diproduksi setelah ada permintaan pelanggan. (Gaspersz,2005)
Contoh: Perakitan komputer. Disini
konsumen dapat memesan sebuah komponen dengan spesifikasi yang mendetail untuk
setiap komponen. Jadi hamper semua komponen dapat diatur oleh konsumen itu
sendiri.
2. Make-to-Order
Perusahaan
industri yang memilih strategi Make-to-Order hanya mempunyai desain produk dan beberapa
material standar dalam sistem inventori, dari produk-produk yang telah dibuat
sebelumnya. Aktivitas proses pembuatan produk bersifat khusus yangdisesuaikan
dengan setiap pesanan dari pelanggan.
Strategi Make-to-Order, perusahaan mempunyai
resiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi iventory. Sebagaimana halnya
dengan strategi Design-to-Order, fokus opersionalnya adalah pada pesanan spesifik dari pelanggan dan
bukan pada parts. Penggantian parts mesin, produk-produk kerajinan tangan berdasarkan pesanan khusus riset
pasar bagi perusahaan tertentu, dan pelatihan dalam perusahaan (inhouse training) berdasarkan kebutuhan
spesifik dari pelanggan, dapat dikategorikan dalam strategi Make-to-Order. (Gaspersz,2005) Contoh:
Pengecoran Logam. Pada produk-produk tertentu yang memiliki ukuran standar
seperti pulley, pabrik juga sudah memiliki cetakan yang standar pula. Disini
proses pembuatan pulle
y akan dilakukan jika pihak konsumen
sudah melakukan pemesanan.
3. Assemble-to-Order
Perusahaan
industri yang memilih strategi Assemble-to-Order
akan memilki inventory yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul (modules). Strategi Assemble-to-Order digunakan oleh perusahaan-perusahaan industri
yang memiliki produk modular. Dalam strategi Assemble-to-Order, perusahaan industri memiliki resiko yang
moderat berkaitan dengan investasi inventory. ( Gaspersz,2005) . Contoh: Perakitan perlengkapan sound system.
Disini konsumen hanya memesan untuk spesifikasi umumnya saja dan perusahaan
akan membuat perakitan dengan komponen yang sudah standard untuk memenuhi
criteria yang diinginkan konsumen.
4. Make-To-Demand
(MTD)
Strategi
Make-To-Demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang dikembangkan dalam
perusahaan industri, dimana respons terhadap permintaan pelanggan secara total
adala fleksibel. Dama strategi Make-To-Demand, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu
penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan. Strategi ini rensponsif
secara lengkap (complete responsive) terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan
pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati strategi
Make-To-Stock. ( Gaspersz,2005) Contoh: Pembuatan
Suvenir Pernikahan. Pembuatan souvenir dilakukan ketika ada konsumen yang
memesan. Pembuat hanya memberikan beberapa sampel sebagai pilihan untuk
konsumen. Setelah konsumen mendapatkan pilihannya, pembuatan produk baru
dilaksanakan dengan penambahan nama pengantin.
Strategi sistem
perencanaan dan pengendalian manufacturing mendifinisikan bagaimana suatu manajemen industri akan merencanakan dan
mengendalikan sistem manufacturing ketika melaksanakan operasi jangka pendek ataupun
menengah dalam proses
pembuatan produk-produk industri itu.
Pengendalian manufacturing melibatkan seluruh aktivitas mulai dari
pemasukan bahan mentah sampai menjadi
produk jadi. Termasuk diantaranya accounting,
order entry dan
pelayanan pelanggan, logistik, budgeting dan perencanaan strategi dalam manufacturing.
Pada dasarnya
perencanaan produksi merupakan suatu proses penetapan keluaran pabrikasi (output
manufacturing) secara keseluruhan guna memenuhi tingkat
penjualan yang direncakan dan persediaan (Inventory) yang diinginkan. Rencana produksi
mendefinisikan tingkat pembuatan produk (Manufacturing), biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan
untuk periode satu tahun atau lebih, untuk setiap kelompok produk.
A.
JADWAL
INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)
Master
schedule
merupakan salah satu bagian dari master
production schedule. master schedule disini adalah merupakan keputusan tentang
kuantitas yang akan diproduksi dan saat yang akan diproduksi dan saat itu
memasuki stock. Mater
schedule ditentukan
dengan memperhatikan ketersediaan material dan kapasitas yang ada. Sumber
Penjadwalan produksi
induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama
berikut :
Persiapan perencanaan produksi,
mengdisgregat perencanaan
produksi untuk membuat JIP, memberikan informasi mengenai pesanan konsumen sehingga
dapat memberikan kepastian kepada konsumen,
membuat jadwal kebutuhan
material.
Dasar
pembuatan master
schedule
adalah untuk mengetahui dan mengimplementasikan rencana keseluruhan hasil dari
rencana hasil dari rencana agregat dan proses disagregasi merupakan input
bagi master schedule.
Sistem produksi merupakan sistem
integral yang
mempunyai komponen struktural dan fungsional. Komponen atau elemen struktural
yang membentuk sistem produksi terdiri dari : bahan (meterial), mesin dan
peralatan, tenaga kerja modal, energi, informasi, tanah dan
lain-lain. Sedangkan komponen
atau elemen fungsional terdiri dari supervisi, perencanaan, pengendalian,
koordinasi dan kepemimpinan, yang
kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi.
Suatu
sistem produksi selalu berada dalam
lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan
seperti perkembangan teknologi,
sosial dan ekonomi, serta kebijakan
pemerintah aan sangat mempengaruhi
keberadaan sistem produksi itu. Secara skematis, sistem produksi dapat
digambarkan dalam Gambar 1.1. berikut :
Sumber
: Vincent Gaspersz,”Production Planning and Inventory Control”(2004)
Gambar
1.1 Skema Sistem Produksi
Secara
garis besar pembuatan suatu JIP biasanya dilakukan atas tahapan-tahapan sebagai
berikut :
a.
Identifikasi
sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan
produk akhir setiap periodenya.
b.
Menentukan
besarnya kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi permintaan yang
telah diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat
agregat, sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahap ini,
identifikasi kemampuan dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan
kesanggupan berproduksi.
c.
Menyusun
rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini merupakan penjabaran (disagregasi) dari rencana agregat, sehingga akan didapat jadwal produksi setiap
produk akhir yang dibuat dan periode akhir yang dibuat dan periode waktu
pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan sumber daya yang diperlukan. Disagregrasi adalah merupakan
langkah selanjutnya setelah perencanaan agregasi tujuannya adalah untuk memecah
suatu agregasi pada perencanaan agregasi kedalam setiap item produk serta
mengetahui item suatu produk tersebut akan diproduksi.
Jadwal
Induk Produksi (JIP), didasarkan pada peramalan atas permintaan dari setiap
produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan (perencanaan jangka panjang)
dipakai untuk membuat rencana produksi (perecanaan jangka sedang) yang pada
akhirnya dipakai untuk membuat JIP (perencanaan jangka pendek) yang berisi
perencanaan secara mendetail mengenai “jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk
setiap produk akhir beserta “periode waktunya” untuk suatu jangka perencanaan
dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia.
1.
Status
Persediaan (Inventory Master File
atau Inventory Status Record).
Menggambarkan keadaan
dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan, yang berkaitan
dengan :
-
Jumlah
persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
-
Jumlah
barang dipesan dan kapan akan datang (on
order Inventory )
-
Waktu
ancang – ancang ( lead
time ) dari setiap bahan.
2.Ongkos
Produksi
Ongkos produksi diidentifikasi sebagai suatu
pengeluaran baik berupa uang, tenaga dan barang yang dapat dihargai dengan uang
baik yang telah ataupun sedang dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Secara
langsung maupun tidak langsung, kita akan menghadapi masalah ongkos pada waktu
melakukan usaha produksi. Ongkos merupakan suatu alat ukur yang menyatakan
banyak sumber yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan.
Ongkos
produksi adalah semua ongkos yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya proses
produksi. Elemen-elemen dari ongkos produksi adalah :
1. Ongkos bahan langsung, yaitu ongkos dari semua bahan yang menjadi
bagian utama dari produk jadi.
2. Ongkos buruh langsung, yaitu ongkos yang dikeluarkan untuk pekerja
langsung yang ikut dalam proses pembuatan suatu produk.
3. Ongkos tak langsung (over
head), yaitu ongkos yang terjadi
di perusahaan yang dikeluarkan sehubungan dengan pembuatan suatu produk selain
ongkos buruh langsung.
Beberapa metode yang digunakan dalam
perhitungan data yaitu, metode tenaga kerja tetap, metode tenaga kerja berubah,
metode mix strategy, dan metode transportasi.Berikut merupakan teori pendukung
yang menjelaskan metode- metode tersebut (Penulisan Ilmiah Rio Dwi Hariono,
2012)
a. Metode tenaga kerja
tetap adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja
tidak mengalami perubahan (tetap). metode tenaga kerja tetap memiliki kecepatan
produksi yang konstan.
Rumus dari metode
tenaga kerja tetap :
RMH = TK x HK x JK
b. Metode tenaga kerja
berubah adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja
mengalami perubahan.
Rumus dari metode
tenaga kerja berubah :
∑ TK = Wb x (Demand –
Inventory)
(∑ HK x JK)
c. Metode mix strategy
adalah metode perencanaan produksi agregat yang menggabungkan metode tenaga
kerja tetap dengan metode tenaga kerja berubah. Metode mix strategy hanya
menggabungkan hasil atau biaya yang didapat pada metode tenaga kerja tetap dan
metode tenaga kerja berubah.
d. Metode transportasi
merupakan metode perencanaan produksi agregat yang berfungsi untuk menentukan
rencana pengiriman barang dengan biaya minimal. Masalah transportasi membahas
pendistribusian suatu komoditas dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah
tujuan (demand) dengan tujuan untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari
kegiatan tersebut, karena ide dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi
biaya total transportasi.
Rumus dari metode
transportasi :
∑ TK = WB x (∑Demand –
Inventory)
(HK x JK)
Berdasarkan pengertian
dari metode transportasi di atas, dimana memiliki ciri-ciri yang dikatakan
metode transportasi. Berikut adalah ciri-ciri persoalan transportasi yang
secara khusus (Universitas Sumatra Utara, 2012).
1. Terdapat sejumlah
sumber sebagai pusat distribusi dan sejumlah tujuan tertentu.
2. Jumlah komoditas
atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh
setiap tujuan besarnya tertentu.
3. Produk yang dikirim
atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu.
4. Ongkos pengangkutan
komoditas dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu.
Kapasitas sumber harus
sama dengan kapasitas tujuan. Apabila kapasitas sumber dengan tujuan tidak sama
maka harus disamakan dengan jalan menambah dummy pada kapasitas sumber atau
tujuan (Purnomo, 2004).
B.
MODEL
ECONOMY ORDER QUANTITY (EOQ)
Economic
order quantity (EOQ)
adalah volume
atau jumlah pembelian
yang paling ekonomis untuk dilakukan pada setiap kali pembelian (Sujadi Prawirosentono, 2001) Econoimic order quantity (kuantitas pesanan ekonomis) merupakan salah satu model klasik yang
pertama kali diteliti dan juga diperkenalkan oleh Ford W. Harris pada tahun
1915. EOQ adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua
tetapi paling banyak dikenal secara luas. Teknik pengendalian persediaan EOQ
banyak dipergunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaannya.
Besarnya
tingkat perputaran persediaan tergantung pada sifat barang, letak perusahaan
dan jenis perusahaan. Tingkat perputaran persediaan yang rendah dapat
disebabkan over
investment
dalam persediaan. Sebaliknya tingkat perputaran persedian yang tinggi
menunjukan dana yang diinvestasikan pada persediaan efektif menghasilkan laba.
Karena itu perhitungan tingkat inventory
turnover
menggunakan salah satu indikatornya yaitu Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover)
Modal
yang dikeluarkan oleh perusahaan akan mempengaruhi tingkat inventory turnover, dimana dalam inventory turnover harus memperhatikan mengenai berapa jumlah
pemakaian bahan baku pada saat produksi dan berapa jumlah safety stock yang harus ada di dalam gudang. Sehingga dapat
dikatakan tingkat inventory
turnover itu
sendiri dapat dipengaruhi oleh banyaknya persediaan bahan baku di gudang. Inventory turnover mengukur berapa lama rata-rata barang berada
di gudang (Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002). Ada beberapa golongan inventory yang dapat dihitung turnovernya yaitu : Perputaran Bahan Baku (Raw Material Turnover), Perputaran Barang Setengah Jadi (Goods in Process/Work in Process Turnover), dan Perputaran Barang Jadi (Finished Goods Turnover) (Bambang Riyanto, 2001)
Adapun teori yang menghubungkan metode economic order quantity dengan inventory turnover yaitu : “Kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dengan menerapkan metode EOQ akan mengakibatkan perputaran persediaan meningkat dan terjadinya kenaikan dalam aktivitas perusahaan, sehingga dapat dikatakan manajemen persediaannya telah baik” (Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2002). Untuk lebih jelas kerangka pemikiran akan digambarkan dalam skema kerangka pemikiran dibawah ini:
Pengendalian
persediaan dalam suatu perusahaan sangat diperlukan karena dapat menentukan
kemajuan suatu perusahaan dan agar bahan yang ada dalam suatu perusahaan tidak
terlalu banyak sehingga menimbulkan keusangan dan tidak terlalu sedikit
sehingga perusahaan tidak kehilangan penjualan atau laba yang di dapat. Karena
itu suatu perusahaan harus menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan operasi
produksinya dapat lancar dan efisien. Pengendalian persediaan merupakan suatu
kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan part
(bahan baku dan barang jadi) sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran
proses produksi penjualan dan kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan lebih
efektif dan efisien (Sofjan Assauri, 2004). Ada beberapa cara dalam
mengendalikan persediaan bahan baku, diantaranya yaitu dengan merencanakan
persediaan bahan baku dengan cara-cara pemesanan
(order point system dan order
cycle system),
jumlah pesanan ekonomis (economic
order quantity),
pemesanan kembali (reorder
point) dan persediaan
pengaman (safety
stock) (Manullang, 2003).
Economic
order quantity bisa
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
|
Sumber : Manullang
(2005)
|
Symbol
‘A’ yang dimaksudkan dalam perhitungan ini adalah jumlah bahan mentah (unit)
yang diperlukan dalam satu periode yang datanya diperoleh dari rekapitulasi
anggaran pembelian bahan baku. Symbol ‘S’ yaitu biaya pemesanan (ordering cost) per order yang datanya diperoleh dari rekapitulasi biaya
pemesanan bahan baku. Symbol ‘P’ yaitu harga beli per unit bahan mentah yang
datanya diperoleh dari daftar harga bahan baku dan rekapitulasi anggaran
pembelian bahan baku. Dan Symbol ‘C’ yaitu biaya penyimpanan (carrying cost) yang dinyatakan dalam persentase dari
persediaan rata-rata yang datanya diperoleh dari laporan harga pokok produksi.
Perputaran
Bahan Baku (Raw
Material Turnover) yang
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
|
Sumber : Bambang
Riyanto (2001)
|
Cost
of raw material used atau
biaya bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi yang dimaksudkan dalam
perhitungan ini adalah persediaan bahan mentah pada permulaan tahun ditambah
dengan jumlah bahan mentah yang dibeli selama setahun dikurangi dengan
persediaan bahan mentah pada akhir tahun yang datanya diperoleh dari laporan
harga pokok produksi. Selanjutnya average
raw material inventory atau
rata-rata persediaan bahan baku yang dimaksudkan dalam perhitungan ini adalah
persediaan bahan mentah pada permulaan tahun ditambah persediaan bahan mentah
pada akhir tahun dibagi dua.
Ukuran
pemesanan dengan total biaya persediaan yang minimal dikenal dengan istilah Economic Order Quantity (EOQ). Model persediaan klasik diasumsikan pada
kondisi ideal pada gambar 2.5, dimana Q adalah ukuran pemesanan. Dalam
penerimaan pemesanan, tingkat persediaan ialah Q unit.
Hampir
semua model persediaan bertujuan untuk meminimalkan biaya-biaya total.
Dengan model EOQ, Kuantitas
pesanan yang optimum akan terjadi pada sebuah titik dimana biaya setup
total sama dengan biaya total penyimpanan. Langkah yang dilakukan adalah :
a.
Membuat
persamaan untuk biaya setup atau biaya pemesanan
b.
Membuat
sebuah persamaan untuk biaya penyimpanan
c.
Menentukan
biaya setup yang sama dengan biaya penyimpanan
d.
Menyeleseikan
persamaan untuk kuantitas pesanan yan optimum
Manfaat
model EOQ adalah bahwa EOQ merupakan model yang tangguh. Berarti ia memberikan
jawaban yang memuaskan meskipun terdapat beragam variasi dalam parameternya.
Biaya total EOQ berubah sedikit secara minimal. Kurvanya sangat dangkal. Hal
ini berarti bahwa variasi pada setup, biaya penyimpanan, permintaan, atau
bahkan EOQ relatif sedikit dalam biaya total.
Contoh soal model persediaan EOQ adalah :
>>
PT. EDLINO pada awal tahun 2001 menyusun anggaran biaya bahan baku :
1.
Kebutuhan bahan baku setahun = 12.000 Kg
2.
Harga/unit bahan baku = Rp. 100
3.
Biaya Pemesanan :
a.
Biaya Variabel = Rp. 3.750
b.
Biaya Tetap/tahun = Rp. 18.000
4.
Biaya Penyimpanan :
---a.
Biaya Variabel = 10 %
---b.
Biaya Tetap/tahun = Rp. 6.000
Dari
data di atas, maka EOQnya adalah :
EOQ
= 2 x 12.000 x Rp.3.750 / 100 x 10 % = 3.000 Kg
C. Keseimbangan Lini
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong setiap perusahaan saling
bersaing untuk meningkatkan produktivitas dalam memproduksi suatu produk.
Perusahaan yang ingin meningkatkan produktivitas memerlukan suatu perencanaan
dan pengendalian produksi yang baik, terutama dalam suatu perusahaan yang
melibatkan sejumlah besar komponen yang dirakit. Suatu perusahaan yang tidak
memiliki perencanaan dan pengendalian produksi yang baik akan mengakibatkan
banyak hal. Salah satu akibat yang ditimbulkan bila tidak memiliki perencanaan
dan pengendalian produksi yang baik adalah ketidakseimbangan pada waktu operasi
setiap stasiun kerja. Ketidakseimbangan waktu operasi di setiap stasiun kerja
akan mengakibatkan ketidakseimbangan lini produksi, lintasan perakitan menjadi
tidak efisien, terjadi penumpukan material atau produk setengah jadi antara
stasiun kerja yang tidak seimbang kecepatan produksinya, serta terdapat waktu
menganggur di setiap stasiun kerja.
Oleh
karena itu, proses penyeimbangan lini perlu dilakukan untuk menciptakan
keseimbangan dari jalur produksi sehingga proses produksi akan berjalan lancar.
Pada umumnya merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintasan perakitan
meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal, di
mana tidak terjadi penghamburan fasilitas. Penerapan konsep penyeimbangan lini
pada suatu sistem produksi perusahaan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi
produksi dari perusahaan tersebut. Efisiensi tersebut dapat tercapai dengan
menemukan kombinasi pengelompokkan tugas produksi ke dalam beberapa stasiun
kerja dengan memperhatikan keseimbangan waktu pada setiap stasiun kerja.
Kombinasi stasiun kerja yang baik adalah kombinasi dengan waktu menganggur yang
paling minimal.
-Lini
Produksi
Lini
produksi adalah penempatan area-area kerja di mana operasi-operasi diatur
secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang
terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi
dibagi menjadi lini fabrikasi dan lini perakitan. Lini fabrikasi merupakan lini
produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk
atau mengubah bentuk benda kerja. Lini perakitan merupakan lini produksi yang
terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun
kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly (Baroto,
2002).Kriteria umum keseimbangan lini produksi adalah memaksimalkan efisiensi
atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah
untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lini yang
ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan
lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada
setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lini
produksi dapat ditekan seminimum mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan
maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Lini perakitan (assembly
line) adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak secara
continue dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja di
mana pekerjaan perakitan dilakukan (Baroto, 2002)
-Keseimbangan
Lini atau Line Balancing
Tujuan
perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau
elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari
stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimal mungkin,
sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal
mungkin. Syarat dalam pengelompokkan stasiun kerja dalam line balancing yaitu
hubungan dengan proses terdahulu, jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi
jumlah elemen kerja, dan waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu
maksimum dari setiap waktu di stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan (Baroto,
2002).
Sumber :-Bambang
Riyanto, 2001:71
Manullang (2005:58)
Vincent Gaspersz,”Production
Planning and Inventory Control”(2004)
Gaspersz,2005:
8
(Rosnani Ginting, 2007 : 125)
(Teguh Baroto, 2002 : 56).