Sabtu, 05 November 2016

Tingkat Narsisme Pengguna media sosial Instagram


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dewasa ini, kemajuan teknologi yang meningkat pesat yang membawa manusia pada kemudahan dan kepraktisan hidup bila dibandingkan dengan sekian ribu tahun yang lalu. Umat manusia dengan mudah untuk mendapatkan informasi mengenai orang lain melalui smartphone. Pengguna juga dapat dengan mudah untuk membuka jejaring sosial yang ada, seperti facebook, twitter, path, instagram dan lain-lain. Dengan jejaring sosial yang dimiliki oleh tiap individu dapat kembali menjalin komunikasi dengan teman-teman lama yang sudah lama tidak pernah bertemu, melalui jejaring sosial ini juga individu yang satu dengan individu yang lain dapat berkenalan dan dapat dijadikan teman atau sahabat dan tidak jarang lagi di dengar melalui jejaring sosial ada orang yang menemukan pasangan hidup dan akhirnya menikah, yang awalnya hanya chatingan biasa, kemudian berkenalan satu sama lain, mengobrol, saling tukar nomor handphone dan sampai akhirnya keduanya saling menyukai karena mungkin keduanya merasa memiliki banyak kesamaan atau kecocokan seperti hobi, minat atau bakat atau bahkan karena bahan pembicaraan yang seru.
Kementerian komunikasi dan informatika (kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95% menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi International Komunikasi dan Informasi, Selamatta Sembiring, menyatakan jejaring social yang paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil dan India. Sementara, Indonesia menempati peringkat 5 pengguna Twitter terbesar di dunia. Posisi Indonesia hanya kalah dari USA, Brazil, Jepang dan Inggris (Pratomo dalam merdeka.com, 2013). Aplikasi foto Instagram rupanya kian menjadi favorit. Total pengguna yang melakukan login mencapai 300 juta per bulannya. Sedangkan pengguna aktif perbulannya diklaim berjumlah 284 juta. Jumlah tersebut mengalami pengkatan signifikan. Sebab pada 2013, pengguna aktif perbulannya hanya 150 juta (Movementi dalam tempo.co.id, 2014).
Persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72%, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina (78%), Malaysia (72%), China (67%). Bahkan negara Asia dengan teknologi internet  maju pemanfaatan media sosialnya rendah, contohnya Korea Selatan (49%) atau Jepang (30%). Sesuai data survei Facebook, 33 juta penduduk negara Indonesia membuka media sosial buatan Mark Zuckerberg itu dari computer dan 28 juta orang membuka Facebook dari ponselnya. Data brand24 menunjukkan, Jakarta sebagi kota paling riuh menyumbang kicauan di liminasa global. Dari 10,6 miliar twit saban detik 2,4 persen disumbangkan oleh pengguna asal Jakarta. Pada puncak kejayaan Friendster, pada 2008, peggunannya secara global mencapai 8,2 juta yang terdaftar. Perusahaan asal Mountain View, California ini mengatakan pengguna Linkedin asal Indonesia sudah melampaui 2 juta. Artinya, jumlah ini yang tertinggi di Asia Tenggara. Data terbaru Path menunjukkan, dari total 20 juta pengguna di seluruh dunia, 4 juta berada di Indonesia (Mohamad dalam merdeka.com, 2013).
Contoh fenomena yang terjadi, sejak Facebook populer, banyak jejaring sosial baru yang ikut bermunculan. Menurut peneliti, situs-situs jejaring sosial tersebut adalah sarana yang tepat untuk umbar kenarsisan. Dengan semakin majunya teknologi yang diiringi dengan maraknya penggunaan jejaring sosial dalam keseharian, ternyata dapat menumbuhkan sifat narsisme manusia. Setiap manusia memiliki sisi narsisme, namun toleransinya berbeda-beda. Dengan munculnya jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Pinterest, Instagram dan lainnya, membuat sisi tersebut justru semakin dapat mudah muncul dan berkembang. Dengan munculnya Facebook Home maka seseorang akan semakin mudah untuk 'mempublikasikan' dirinya. Tidak hanya di Facebook, Pinterest, Tumblr, Instagram dan Twitter adalah beberapa jejaring sosial lain yang sering digunakan untuk 'publikasi' diri selain Facebook. Uniknya, ada satu penelitian yang menyebutkan bahwa budaya narsis lebih banyak hinggap pada remaja dibandingkan pada orang-orang dewasa, dikutip dari Natural News (Susanto dalam merdeka.com, 2013).
Melalui jejaring sosial kini dapat digunakan untuk mengekspresikan diri, sebagai sarana berbagi pengalaman hidup baik suka maupun duka. Khususnya jejaring sosial Instagram banyak orang yang gemar mengunggah foto dan video baik foto diri-sendiri, foto tentang aktivitas yang sedang dilakukan, foto makanan, foto lokasi atau tempat yang sedang didatangi untuk menunjukkan keberadaan orang tersebut. Menurut Khairunnisa (2014) Instagram merupakan salah satu aplikasi atau fitur unggulan yang ada di smartphone yang memudahkan para pengguna untuk berbagi foto. Sistem sosial di dalam Instagram adalah dengan menjadi pengikut akun pengguna lainnya, atau memiliki pengikut Instagram. Dengan demikian komunikasi antara sesama pengguna Instagram sendiri dapat terjalin dengan memberikan tanda suka dan juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah oleh pengguna lainnya.
Kecenderungan seseorang untuk mengunggah suatu gambar atau foto dengan tujuan untuk mencari perhatian dari orang lain, butuh pengakuan serta pujian dari orang lain, dengan cara melihat seberapa banyak orang yang memberikan tanda love pada foto yang telah diunggah dan melihat comment orang-orang tentang foto yang telah diunggah. Orang yang memiliki kecenderungan narsistik seperti ini mengganggap bila sering mengunggah foto-foto ke jejaring sosial instagram orang lain yang melihatnya akan mengatakan bahwa dirinya eksis. Sehingga dengan cara seperti itu orang tersebut dapat menaikkan harga dirinya. Hal ini didukung dengan pendapat Kristanto (2012) kecenderungan narsistik adalah individu yang senang membanggakan diri sendiri secara berlebihan dan senang membicarakan kehebatan dirinya dan ingin dipuji oleh individu lain. Individu terkadang menganggap orang lain tidak terlalu penting dan bahkan mengesampingkan orang lain dan sering menceritakan kehebatan dirinya secara berlebihan dengan tujuan ingin dianggap sebagai orang yang mampu melakukan suatu pekerjaan yang tergolong besar.
Generasi sekarang adalah generasi paling narsis dalam sejarah. Sebuah penelitian mengemukakan bahwa generasi sekarang adalah generasi paling narsis dalam sejarah. Kata narsis atau dalam bahasa Inggris disebut narcissism berasal dari mitologi Yunani kuno. Narsis diambil dari nama seseorang yang jatuh cinta kepada bayangannya sendiri bernama Narcissus. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa narsis digolongkan pada penyakit mental. Bahkan ada kalanya, seseorang yang 'mengidap penyakit' narsis akan berlaku di luar nalar manusia normal. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun para peneliti dari Cooperative Institutional Research Program (CIRP) dari Education Research Institute, University of California-Los Angeles, dalam 3 dekade belakangan ini, remaja narsis meningkat pesat. Seperti dilansir Helium, penelitian yang dimulai pada tahun 1966 sampai sekarang ini berhasil mengungkapkan bahwa rata-rata remaja mempunyai anggapan bahwa mereka adalah 'manusia super' atau memiliki kemampuan di atas rata-rata yang patut ditunjukkan. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain dari sisi tubuh, paras, intelektual, kepemimpinan, dan banyak lagi. Uniknya, di sisi lain, tingkat simpati, kooperasi dan spiritual mereka rata-rata malah turun drastis. Mendukung penelitian di atas, seorang psychiatrist, Dr Keith Ablow mengemukakan kepada Fox News bahwa situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan sejenisnya merupakan sarana 'publikasi' jiwa narsis para remaja saat ini (Susanto dalam Merdeka.com, 2013).
Narsis dan Gaya Hidup Remaja. Jika dahulu, berfoto, narsis, take picture dilakukan untuk merekam dan mengabadikan momen-momen tertentu sebagai dokumentasi historis, misalnya; foto kenegaraan, foto keluarga dan foto ijazah serta foto-foto yang lain. Saat ini, berfoto telah menjelma menjadi gaya hidup remaja, karena hampir dengan mudah menemukan handphone berfitur kamera dengan harga terjangkau. Bernarsis ria di depan kamera dapat dikatakan sebagai dokumentasi historis untuk kelak dijadikan kenangan. Terutama momen-momen penting dalam perjalanan mengarungi kehidupan (Zaenuri dalam kompasiana.com, 2014).
Berdasarkan penelitian Adi dan Yudiati (2009) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Artinya, semakin rendah harga diri, maka semakin tinggi kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster, demikian pula sebaliknya semakin tinggi harga diri, maka kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster rendah.
Menurut Coopersmith (dalam Susanti, 2012) Harga diri (self-esteem) merupakan suatu evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan yang dimilikinya. Penilaian yang dilakukan oleh individu dipengaruhi pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sejak masih kecil. Sedangkan menurut Branden (dalam Rahman, 2013) Harga diri (self-esteem) merupakan kecenderungan seseorang untuk merasa mampu di dalam mengatasi suatu masalah dan merasa berharga. Dengan kata lain, self-esteem merupakan integrasi dari kepercayaan pada diri sendiri (self confidence) dan penghargaan pada diri sendiri (self respect). Oleh karena itu, ada dua aspek dari self-esteem, yaitu memiliki sense of personal efficacy dan sense of personal worth.
Sedangkan menurut Gunawan (2011) Harga diri (self-esteem) didefinisikan sebagai seberapa suka Anda terhadap diri Anda sendiri. Semakin Anda menyukai diri Anda, menerima diri Anda dan hormat pada diri Anda sendiri sebagai seseorang yang berharga dan bermakna, maka semakin tinggi harga diri Anda. Semakin Anda merasa sebagai manusia yang yang berharga, maka Anda akan semakin bersikap positif dan merasa bahagia. Harga diri Anda akan menentukan semangat, antusiasme, dan motivasi diri. Harga diri Anda adalah penentu prestasi dan keberhasilan Anda. Orang dengan harga diri yang tinggi memiliki kekuatan yang sangat luar biasa besar dan akan bisa berhasil melakukan apa saja di dalam hidupnya. 

B.     Rumusan Masalah

 Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi masalah maka peneliti ingin mengetahui :
1.   Apa pengertian media sosial ?
2.  Bagaimana pengaruh positif dan negatif dari media sosial instagram untuk kalangan remaja?3. Bagaimana tingkat kecendrungan narsistik dan harga diri pada kalangan remaja yang        menggunakan Instagram?
 C.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian penelitian ini dimaksudkan untuk :
1.    Mengetahui fungsi dari media sosial yang digunakan oleh para remaja
2.  Mengetahui dampak positif dan negatif dari media sosial pengguna instagram di kalangan                    remaja. 
3. Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kecenderungan narsistik pada pengguna                       Instagram dikalangan remaja

D.    Batasan Penelitian

Pembahasan Batasan Masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi pembahasan pada pokok permasalahan penelitian saja tentang tingkat narsisme kalangan remaja. Ruang lingkup di kalangan remaja menentukan konsep utama dari permasalahan sehingga masalah-masalah dalam penelitian dapat dimengerti dengan mudah dan baik.
Batasan Masalah penelitian sangat penting dalam mendekatkan pada pokok permasalahan yang akan dibahas. Hal ini agar tidak terjadi kerancuan ataupun kesimpangsiuran dalam menginterpretasikan hasil penelitian dengan menggunakan software Spss.
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang ada di kampus Gunadarma. Objek penelitiannya adalah kecendrungan mahasiswa dalam menggunakan media social Instagram dalam mempresentasikan dirinya dan narsisme di kampus Gunadarma.